Distanbun Sintang Gelar Workshop Pendataan Perkebunan Swadaya dan TNA Pengelolaan Rantai Pasok

oleh

SINTANG – Dinas Pertanian dan Perkebunan Sintang bekerjasama dengan Rainforest Alliance menggelar Workhop Kegiatan Pendataan Perkebunan Swadaya Pola Kolaboratif Partisipatif dan Training Need Assesment (TNA) pengelolaan rantai pasok perusahaan perkebunan kelapa sawit di Function Hall Bagoes Hotel, Kamis 2 Mei 2024.

Kegiatan tersebut dibuka oleh Bupati Sintang yang diwakili oleh Asisten III Bidang Administrasi Umum Sekretaris Daerah Kabupaten Sintang, Harysito Linoh. Hadir Sekretaris Dinas Pertanian dan Perkebunan Sintang Gunardi, Perwakilan Rainforest Alliance Indonesia Hendri Ziasmono, perwakilan perusahanan perkebunan sawit dan perwakilan asosiasi/forum petani sawit serta sejumlah CSO atau kelompok masyarakat sipil.

Membacakan sambutan Bupati Sintang, Asisten III Bidang Administrasi Umum Sekretaris Daerah Kabupaten Sintang, Harysito Linoh menyampaikan ucapan terima kasih kepada Rainforest Alliance (RA) Indonesia atas dedikasi dan kontribusi serta kerjasama yang kuat selama ini untuk bersama- sama dalam penyelenggaraan kelapa sawit berkelanjutan di Kabupaten Sintang.

Ia menegaskan, Pemerintah Kabupaten Sintang senantiasa berkomitmen agar prinsip berkelanjutan dapat terus menjadi landasan dan arah gerak pembangunan di Kabupaten Sintang, termasuk sektor usaha kelapa sawit. Sebagaimana diketahui bersama, Peraturan Presiden (Perpres) No 44 Tahun 2020 tentang Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) menandai komitmen serius pemerintah Indonesia dalam membangun perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan.

“Hal ini mencakup praktek – praktek
pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan dan pemenuhan regulasi, termasuk aspek legalitas lahan yang wajib dipenuhi oleh perusahaan maupun para pekebun swadaya.Legalitas lahan bukan hanya sebagai formalitas, melainkan juga sebagai pilar utama yang menentukan kepatuhan semua pelaku perkebunan sawit terhadap regulasi,” paparnya.

Dirinya juga menuturkan jika dilihat dalam konteks ISPO, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan menjadi syarat yang tak bisa lagi ditawar.

Oleh karena itu, percepatan pendataan, pemetaan, dan penerbitan Surat Tanda Daftar Budidaya (STD-B) bagi kebun sawit swadaya menjadi sangat penting.

Menurutnya, hal itu menjadi salah satu landasan utama bagi pemerintah dalam merancang program-program serta menyelesaikan status lahan atau kebun sawit swadaya yang berada dalam kawasan hutan.

“Ketersediaan data dan peta yang komprehensif dan akurat sangat dibutuhkan untuk memastikan ketertelusuran produksi dari hulu ke hilir, memberikan transparansi dalam rantai pasokan, dan termasuk upaya untuk memperkuat posisi tawar perusahaan dan para pekebun swadaya di Kabupaten Sintang,” ujarnya.

Lebih lanjut, Harysinto Linoh menuturkan persoalan seperti legalitas lahan, minimnya realisasi kemitraan antara pekebun dan perusahaan, serta lemahnya kapasitas dalam pengelolaan kelapa sawit, baik perusahaan maupun para pekebun, perlu diatasi secara kolaboratif.

“Pemerintah Kabupaten Sintang mengambil inisiatif yang kuat untuk mengimplementasikan kegiatan pendataan perkebunan swadaya secara kolaboratif dan partisipatif,” katanya

Ia menjelaskan pendekatan itu tidak hanya sekadar mengandalkan kerja pemerintah semata, tetapi juga menggandeng perusahaan sebagai mitra dalam proses pendataan, di mana keberadaan perkebunan swadaya di sekitar konsesi dan pabrik akan berpotensi menjadi pemasok TBS.

“Perlu diketahui bersama, pemerintah sangat serius meningkatkan kapasitas para perusahaan dalam mendorong peningkatan produksi maupun pengelolaan rantai pasok kelapa sawit yang berkelanjutan di Kabupaten Sintang,” ujarnya

“Salah satu langkahnya yaitu dengan melakukan Training Need Assesment (TNA),” imbuhnya.

Ia menambahkan TNA merupakan cara untuk mengidentifikasi kebutuhan peningkatan kapasitas perusahaan secara spesifik dan mendesain program pelatihan yang dibutuhkan sesuai dengan etika pengelolaan rantai pasok kelapa sawit.

“Kami juga berharap agar RA dan mitra-mitra pembangunan berkelanjutan dapat membantu meningkatkan kapasitas baik pekebun swadaya maupun perusahaan dalam meningkatkan kinerja usaha perkebunan, meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan dan ketentuan yang berlaku serta mendorong usaha perkebunan kelapa sawit berkelanjutan di Kabupaten Sintang,” ujarnya.

 

Jumlah yang Kebun Punya STDB

Sekretaris Dinas Pertanian dan Perkebunan Sintang, Gunardi menambahkan bahwa target semua perusahaan harus mengantongi sertifikat ISPO adalah tahun 2025. Sedangkan untuk kebun swadaya mandiri targetnya 2027.

“Untuk pendataan memang mengalami banyak kendala. Meski demikian kita ingin semua kebun swadaya punya STDB. Hingga saat ini kebun swdaya yang mengatongi STDB masih sangat kecil dibanding luasan kebun itu sendiri. Perkiraan baru 8 ribu hektar atau sekitar 76 kebun,” ujarnya.

Dengan adanya kondisi tersebut, kata Gunardi, pihaknya ingin perusahaan perkebunan membantu mendata para petani swadaya di sekitar kebun mereka agar mereka mendapatkan STDB.

“Mengapa harus dibantu, karena STDB ini merupakan hulunya ISPO. Kalau tidak ada STDB atau tidak ada pendataan, ISPO untuk petani swadaya tidak mungkin keluar. Kalau tidak keluar, pabrik perusahaan yang sudah mengantongi ISPO akan terbentur rantai pasok yang resmi,” jelasnya.

“Nah, ini yang sedang kita upayakan supaya tidak terjadi benturan-benturan bisa menjadi konflik tata niaga. Makanya petani harus dibantu untuk mendapat ISPO agar mudah menjual TBS nya ke pabrik yang sudah mendapat sertifikat ISPO. Oleh karenanya kita meminta perusahaan membantu petani swadaya di sekitar tempatnya berinvestasi,” ujarnya.

Kolaborasi para Pihak

 

Kepala Bidang Pengembangan Perkebunan Dustanbun Sintang, Arif Setya Budi menyatakan bahwa pendataan perkebunan swadaya pola kolaboratif-partisipatif ini adalah menugaskan pada perusahaan agar mendata kebun mandiri/kebun swadaya di sekitar konsesi mereka.

“Karena, toh data tersebut berguna untuk mereka. Contohnya untuk closure rantai pasok bahwa pabrik mereka mendapatkan suplai dari asal usul yang jelas,” jelasnya.

Ia menambahkan, dalam rangka pendataan perkebunan swadaya pola kolaboratif-partisipatif, pihaknya berkolaborasi dengan banyak pihak. Pertama menggunakan jalur pendataan yang merupakan usulan pekebun itu sendiri dan pendataan dinas. Kedua pendataan dengan jalur lembaga mitra. Ketiga pendataan melalui jalur perusahaan.

“Dengan adanya kolaborasi ini diharapkan data perkebunan swadaya terkumpul secara komprensif. Makanya penting bagi kami untuk melakukan kegiatan ini. Terutama untuk melengkapi data perkebunan swadaya di Kabupaten Sintang tersedia secara menyeluruh,” jelasnya.

 

Tujuan dan Hasil yang Diharapkan

 

Perwakilan Rainforest Alliance Indonesia Hendri Ziasmono menuturkan, ada beberapa tujuan dilaksanakannya kegitan. Pertama, mensosialisasikan kegiatan pendataan perkebunan dwadaya pola kolaboratif partisipatif di Kabupaten Sintang.

Kedua, menegaskan komitmen perusahaan perkebunan kelapa sawit akan kewajiban rantai pasok untuk berkelanjutan melalui pemenuhan data bakan baku dari pekebun swadaya.

Ketiga, sambung Hendri, memperkuat kemitraan antara perusahaan kelapa sawit dengan pekebun swadaya, melalui pendekatan kolaboratif dan partisipatif dalam pendataan dimana memberikan kesempatan bagi pekebun untuk berpartisipasi aktif sehingga diharapkan akan menguatkan hubungan yang lebih baik antara perusahaan dan pekebun.

Keempat, meningkatkan upaya pemenuhan legalitas lahan, dimana langkah ini akan membantu menyelesaikan masalah legalitas lahan yang menjadi salah satu syarat utama dalam sertifikasi ISPO bagi para pekebun swadaya.

Kelima, meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pelaku industri kelapa sawit, termasuk perusahaan besar dan pekebun kecil, terhadap regulasi seperti Perpres No 44 Tahun 2020 tentang ISPO dan EU Deforestation Regulation (EUDR).

Keenam, mengidentifikasi kebutuhan pelatihan yang spesifik dan mendesain program pelatihan yang sesuai dalam pengelolaan rantai pasok kelapa sawit melalui Training Need Assesment (TNA).

Dengan adanya workshop ini, sambung Hendri, perusahaan perkebunan memahami akan kewajiban pendataan perkebunan swadaya di dalam dan sekitar konsesi dalam rangka memastikan rantai pasok berkelanjutan bagi perusahaan perkebunan. Kemudian timbul danya komitmen berbentuk pernyaataan dukungan terhadap pendataan perkebunan swadaya pola kolaboratif partisipatif di Kabupaten Sintang.

“Selanjutnya, teridentifikasinya kebutuhan pelatihan yang spesifik dan mendesain program pelatihan yang sesuai dalam pengelolaan rantai pasok kelapa sawit melalui Training Need Assesment (TNA),” pungkasnya.

 

 

No More Posts Available.

No more pages to load.